Kelompok 1B.2
Rachmawati Atika Yuza (A.102.08.049)
Rakhel Yeska K (A.102.08.050)
Rizka Restya Sari (A.102.08.055)
Sakinah Nur Azizah (A.102.08.056)
Rachmawati Atika Yuza (A.102.08.049)
Rakhel Yeska K (A.102.08.050)
Rizka Restya Sari (A.102.08.055)
Sakinah Nur Azizah (A.102.08.056)
POLARIMETRI
Polarimetri adalah suatu metoda analisa yang berdasarkan pada pengukuran daya putaran optis dari
suatu larutan. Daya putaran optis adalah kemampuan suatu zat untuk memutar
bidang getar sinar terpolarisir. Sinar terpolarisir merupakan suatu sinar yang
mempunyai satu arah bidang getar dan arah tersebut tegak lurus terhadap arah
rambatannya. Senyawa optis aktif adalah senyawa yang dapat memutar bidang getar
sinar terpolarisir. Zat yang optis ditandai dengan adanya atom karbon asimetris
atau atom C kiral dalam senyawa organik, contoh : kuarsa ( SiO2 ),
fruktosa.
Polarimeter dapat digunakan untuk :
1. Menganalisa zat yang optis aktif
2. Mengukur kadar gula
3. Penentuan antibiotik dan enzim
Syarat senyawa yang bisa dianalisa dengan polarimetri adalah :
1. Memiliki struktur bidang kristal tertentu
( dijumpai pada zat padat)
2. Memiliki struktur molekul tertentu atau
biasanya dijumpai pada zat cair. Struktur molekul adalah struktur yang
asimetris, seperti pada glukosa.
Prinsip dasar polarimetris ini adalah
pengukuran daya putar optis suatu zat
yang menimbulkan terjadinya putaran bidang getar sinar terpolarisir. Pemutaran
bidang getar sinar terpolarisir oleh
senyawa optis aktif ada 2 macam, yaitu :
1. Dexro rotary (+), jika arah putarnya ke
kanan atau sesuai putaran jarum jam.
2. Levo rotary (-), jika arah putarnya ke
kiri atau berlawanan dengan putaran jarum jam.
Jenis – jenis polarimeter :
1.
Spektropolarimeter
Merupakan satu
jenis polarimeter yang dapat digunakan untuk mengukur aktifitas optik dan
besarnya penyerapan. Pada alat ini mula – mula sinar berada dari lampu akan
melalui suatur monokromator dan melewati suatu polarisator untuk menghasilkan
sinar terpolarisir. Polarisator ini berhubungan langsung dengan modulator yang
berguna untuk menghatur tingkat sinar yang terpolarisasi secara elektris yang
dapat diamati pada servo amplifier. Kemudian sinar melewati sampel dan
analisator sebelum mencapai tabung pengadaan sinar, dan dapat dilakukan dengan
pengamatan pada indikator.
2.
Optical
rotatory dispersion ( ORD )
Alat ini
merupakan modifikasi dari spektropolarimeter, prinsipnya sama dengan
spektropolarimeter, tetapi terdapat perbedaan yaitu pada ORD ini sinar diatur
berdasarkan tingkat polarisasinya, yaitu pada frekuensi 12 Hz oleh motor driven
yang menyebabkan polarisator bergerak – gerak dan membentuk sudut 1 atau 2
derajat atau lebih. Selain itu servoamplifiernya hanya dapat merespon pada
frekuensi 12 Hz sehingga servomotor akan mengatur analisator secara kontinu dan
servomotor juga memposisikan penderkorder untuk menghasilkan suatu grafik.
3.
Circular
Dichroism Apparatus ( CDA )
CDA ini merupakan
modifikasi dari spektrofotometer konfensional yang digunakan untuk menentukan
dua serapan atau absorban. Nilai polarisasi sekular ini dapat ditentukan dalam
2 langkah, yaitu yang pertama sinar harus mengalami polarisasi bidang dan kedua
yaitu sinar terpolarisasi tersebut diubah menjadi komponen terpolarisasi
sirkular kanan dan sirkular kiri. Untuk mengubah komponen menjadi terpolarisasi
sekular kanan dan kiri, dapat digunakan tiga tipe alat, yaitu the Fresnel
rhomb, modulator pockets elektro-optik dan modulator tekanan photo-elastic.
4.
Saccarimeter
Alat ini hanya
dapat digunakan untuk menentukan kadar gula.
Sinar mempunyai arah getar atau arah
rambat kesegala arah dengan variasi warna dan panjang gelombang yang dikenal
dengan sinar polikromatis. Untuk menghasilkan sinar monokromatis, maka
digunakan suatu filter atau sumber sinar tertentu. Sinar monokromatis ini akan
melewati suatu prisma yang terdiri dari suatu kristal yang mempunyai sifat
seperti layar yang dapat menghalangi jalannya sinar, sehingga dihasilkan sinar
yang hanya mempunyai satu arah bidang getar yang disebut sebagai sinar
terpolarisasi. Rotasi spesifik disimbolkan dengan [α] sehingga dapat dirumuskan :
[α]
= α / dc
Dimana :
α = besar sudut yang terpolarisasi oleh suatu larutan dengan
konsentrasi c gram zat terlarut per mL larutan.
d = merupakan panjang lajur larutan ( dm )
c = merupakan konsentrasi ( gram/mL ).
Karena panjang gelombang yang sering
digunakan adalah 589,3 nm yaitu garis D lampu natrium dan suhu standar 20oC,
maka [α]T ditulis menjadi
[α].
Hal-hal yang dapat mempengaruhi sudut putar suatu larutan adalah
sebagai berikut :
1.
Jenis
zat.
Masing – masing zat memberikan sudut
putaran yang berbeda terhadap bidang getar sinar terpolarisir.
2.
Panjang
lajur larutan dan panjang tabung.
Jika lajur
larutan diperbesar maka putarannya juga makin besar.
3.
Suhu.
Makin tinggi
suhu maka sudut putarannya makin kecil, hal ini disebabkan karena zat akan
memuai dengan naiknya suhu sehingga zat
yang berada dalam tabung akan berkurang.
4.
Konsentrasi
zat
Konsentrasi
sebanding dengan sudut putaran, jika konsentrasi dinaikkan maka putarannya
semakin besar.
5.
Jenis
sinar ( panjang gelombang)
Pada panjang
gelombang yang berbeda zat yang sama mempunyai nilai putaran yang berbeda.
6.
Pelarut
Zat yang sama
mempunyai nilai putaran yang berbeda dalam pelarut yang berbeda.
Komponen-komponen alat polarimeter adalah:
1. Sumber Cahaya monokromatis
Yaitu sinar yang
dapat memancarkan sinar monokromatis. Sumber cahaya yang digunakan biasanya
adalah lampu D Natrium dengan panjang gelombang 589,3 nm. Selain itu juga dapat
digunakan lampu uap raksa dengan panjang gelombang 546 nm.
2. Lensa kolimator
Berfungsi mensejajarkan sinar dari lampu
natrium atau dari sumber cahaya sebelum masuk ke polarisator.
3.
Polarisator
dan Analisator.
Polarisator
berfungsi
untuk menghasilkan sinar terpolarisir. Sedangkan analisator berfungsi
untuk menganalisa sudut yang terpolarisasi. Yang digunakan sebagai
polarisator
dan analisator adalah prisma nikol. Prisma setengah nikol merupakan alat
untuk
menghasilkan bayangan setengah yaitu bayangan terang gelap dan gelap
terang.
4.
Skala
lingkar.
Merupakan skala
yang bentuknya melingkar dan pembacaan skalanya dilakukan jika telah didapatkan
pengamatan tepat baur-baur.
5.
Wadah
sampel ( tabung polarimeter )
Wadah sampel ini
berbentuk silinder yang terbuat dari kaca yang tertutup dikedua ujungnya
berukuran besar dan yang lain berukuran kecil, biasanya mempunyai ukuran
panjang 0,5 ; 1 ; 2 dm. Wadah sampel ini harus dibersihkan secara hati-hati dan
tidak bileh ada gelembung udara yang terperangkap didalamnya.
6.
Detektor.
Pada polarimeter
manual yang digunakan sebagai detektor adalah mata, sedangkan polarimeter lain
dapat digunakan detektor fotoelektrik.
Sinar monokromatis dari lampu natrium akan
melewati lensa kolimator sehingga berkas sinarnya dibuat paralel. Kemudian
dipolarisasikan oleh prisma kalsit atau prisma nikol polarisator. Sinar yang
terpolarisasi akan diteruskan keprisma setengah nikol untuk mendapatkan
bayangan setengah dan akan melewati sampel yang terdapat dalam tabung kaca yang
tertutup pada kedua ujungnya yang panjangnya diketahui. Sampel tersebut akan
memutar bidang getar sinar terpolarisasi ke kanan atau ke kiri dan dianalisa
oleh analisator. Besarnya sudut putaran oleh sampel dapat dilihat pada skala
lingkar yang diiamati dengan mata.
REFRAKTOMETER
Refraktometer adalah alat ukur untuk menentukan indeks cairan atau padat, bahan transparan dengan refrektometry. Prinsip pengukuran: oleh cahaya, penggembalaan kejadian, total refleksi. Ini adalah pembiasan (refraksi) atau refleksi total cahaya yang digunakan. Sebagai prisma umum menggunakan 3 prinsip, satu dengan indeks bias disebut prisma. Cahaya merambat dalam transisi antara pengukuran prisma dan media sampel (cairan) dengan kecepatan yang berbeda indeks bias diketahui dari media sampel diukur dengan refleksi cahaya (Wikipedia, 2010).
Refraktometer analog tradisional sering digunakan sebagai sumber cahaya sinar matahari atau lampu pijar untuk berpisah dengan filter warna detektor adalah skala yang dapat dibaca dengan sistem optik, optik dengan mata. Contoh refraktometer adalah Obbe refraktometer, Pulfrich refraktometer, Woltan Stans refraktometer (1802), Jellay refraktometer (Widodo, 2010).
Pembiasan Cahaya
Pembiasan cahaya adalah pembelokan cahaya melewati bidang batas dua medium yang berbeda indeks biasnya. Indeks bias mutlak suatu bahan adalah perbandingan kecepatan cahaya di bahan tersebut. Indeks bias relatif merupakan perbandingan indeks bias dua medium berbeda. Pembiasan cahaya menyebabkan kedalaman semu dan pemantulan sempurna (Swastikayana, 2009).
Telah kita ketahui bahwa ketika cahaya mengenai bidang batasan antara dua medium (misalnya udara dan larutan garam), cahaya akan dibelokkan. Peristiwa pembelokan cahaya, ketika cahaya mengenai bidang batas antara dua medium inilah yang disebut pembiasan cahaya (Kanginan, 2002).
Hukum Snellius
Hukum snellius adalah rumus matematika yang memberikan hubungan antara sudut datang dan sudut bias, ada cahaya atau gelombang lainnya yang melalui batas antara dua medium isotropik berbeda, seperti udara dan gelas. Nama hukum ini diambil dari matematikawan Belanda Willebrord Snellius, yang merupakan salah satu penemunya. Hukum ini juga dikenal sebagai Hukum Descartes atau Hukum Pembiasan (Wikipedia, 2010).
Hukum Snellius ditemukan pada tahun 1621 oleh matematikawan Belanda, Willeboard Snellius (1580 – 1626). Karena itu, kedua hukum pembiasan ini populer dengan sebutan Hukum I Snellius dan Hukum II Snellius (Kanginan, 2002).
Hukum I Snellius berbunyi: Sinar datang, sinar bias dan garis normal terletak pada satu bidang datar. Sedangkan Hukum II Snellius berbunyi: jika sinar datang dari medium lebih rapat ke medium kurang rapat (misalkan dari air ke udara), maka sinar dibelokkan menjauhi garis normal (Kanginan, 2002).
Hukum ini menyebutkan bahwa nisbah sinus dan sudut bias adalah konstan, yang terkandung pada medium, perumusan lain yang ekuivalen adalah hisbah sudut datang dan sudut bias sama dengan hisbah kecepatan cahaya pada kedua medium, yang sama dengan kebalikan hisbah indeks bias.
Perumusan matematis hukum snellius adalah:
N1 . Θ1 = n2 . sin Θ2 n1= indeks bias medium pertama
Atau n2= indeks bias medium kedua
V1 . sin Θ1 = v2 . Θ2 v1= kecepatan cahaya sinar datang (m/s)
Atau v2= kecepatan cahaya sinar bias (m/s)
N1 . v1 = n2 . v2 Θ1= sudut datang
Atau Θ2= sudut bias
N1 . λ1 = n2 . λ2 λ1= panjang gelombang medium 1 (n/m)
λ2= panjang gelombang medium 2 (n/m)
(Afandi, 2008).
Indeks Bias Cahaya
Indeks bias pada medium didefinisikan sebagai perbandingan antara kecepatan cahaya dalam ruang hampa udara dengan cepat rambat cahay pada suatu medium, secara sistematis:
n=c/v
n= indeks bias (n≥1)
c= kecepatan cahaya dalam ruang hampa (3.108ms)
v= cepat rambat cahaya pada suatu medium
Bila larutan, misalnya larutan garam mempunyai indeks bias dengan indeks bias air murni, maka semakin besar konsentrasi larutan garam maka indeks bias semakin besar pula. Dengan sifat tersebut, maka perubahan indeks bias dapat dapat memantulkan kementriannya (Afandi, 2008).