Rabu, 12 Desember 2012

Diposting oleh AzizaH_smak di 15.58 0 komentar
Kelompok 1B.2
Rachmawati Atika Yuza (A.102.08.049)
Rakhel Yeska K (A.102.08.050)
Rizka Restya Sari (A.102.08.055)
Sakinah Nur Azizah (A.102.08.056)
 
ELISA




ELISA (singkatan bahasa inggris: Enzyme-linked immunosorbent assay) atau 'penetapan kadar imunosorben taut-enzim' merupakan uji serologis  yang umum digunakan di berbagai laboratorium imunologi. Uji ini memiliki beberapa keunggulan seperti teknik pengerjaan yang relatif sederhana, ekonomis, dan memiliki sensitivitas yang cukup tinggi. ELISA diperkenalkan pada tahun 1971 oleh Peter Perlmann dan Eva Engvall untuk menganalisis adanya interaksi antigen dengan antibodi di dalam suatu sampel dengan menggunakan enzim sebagai pelapor (reporter label).
Umumnya ELISA dibedakan menjadi dua jenis, yaitu competitive assay yang menggunakan konjugat antigen–enzim atau konjugat antobodi–enzim, dan non-competitive assay yang menggunakan dua antibodi. Pada ELISA non-competitive assay, antibodi kedua akan dikonjugasikan dengan enzim sebagai indikator. Teknik kedua ini seringkali disebut sebagai "Sandwich" ELISA.
Uji ini dilakukan pada plate 96-well berbahan polistirena. Untuk melakukan teknik "Sandwich" ELISA ini, diperlukan beberapa tahap yang meliputi:
  1. Well dilapisi atau ditempeli antigen.
  2. Sampel (antibodi) yang ingin diuji ditambahkan.
  3. Ditambahkan antibodi kedua yang dikonjugasikan dengan enzim tertentu seperti peroksidase alkali. Antibodi kedua ini akan menempel pada antibodi sampel sebelumnya.
  4. Dimasukkan substrat enzim yang dapat menimbulkan warna tertentu saat bereaksi.
  5. Intensitas warna campuran diukur dengan spektrofotometer yang disebut ELISA reader hingga mendapatkan hasil berupa densitas optis (OD). Dengan menghitung rata-rata kontrol negatif yang digunakan, didapatkan nilai cut-off untuk menentukan hasil positif-negatif suatu sampel. Hasil OD yang berada di bawah nilai cut-off merupakan hasil negatif, dan demikian juga sebaliknya.
Uji ini memiliki beberapa kerugian, salah satu di antaranya adalah kemungkinan yang besar terjadinya hasil false positive karena adanya reaksi silang antara antigen yang satu dengan antigen lain.hasil berupa false negative dapat terjadi apabila uji ini dilakukan pada window period, yaitu waktu pembentukan antibodi terhadap suatu virus baru dimulai sehingga jumlah antibodi tersebut masih sedikit dan kemungkinan tidak dapat terdeteksi.
B. JENIS TES ELISA
           
1.      Indirect ELISA
Tahap umum yang digunakan dalam indirect ELISA untuk mendeterminasi konsentrasi antibodi dalam serum adalah:
1)      Suatu antigen yang sudah dikenal dan diketahui konsentrasinya ditempelkan pada permukaan lubang plate mikrotiter. Antigen tersebut akan menempel pada permukaan plastik dengan cara adsorpsi. Sampel dari konsentrasi antigen yang diketahui ini akan menetapkan kurva standar  yang digunakan untuk mengkalkulasi konsentrasi antigen dari suatu sampel yang akan diuji.
2)      Suatu larutan pekat dari protein non-interacting, seperti bovine serum albumin (BSA) atau kasein, ditambahkan dalam semua lubang plate mikrotiter.  Tahap ini dikenal sebagai blocking, karena protein serum memblok adsorpsi non-spesifik dari protein lain ke plate.
3)      Lubang plate mikrotiter atau permukaan lain kemudian dilapisi dengan sampel serum dari antigen yang tidak diketahui, dilarutkan dalam buffer yang sama dengan yang digunakan untuk antigen standar. Karena imobilisasi antigen dalam tahap ini terjadi karena adsorpsi non-spesifik, maka konsentrasi protein total harus sama dengan antigen standar.
4)      Plate dicuci, dan antibodi pendeteksi yang spesifik untuk antigen yang diuji dimasukkan dalam lubang. Antibodi ini hanya akan mengikat antigen terimobilisasi pada permukaan lubang, bukan pada protein serum yang lain atau protein yang terbloking.
5)      Antibodi sekunder, yang akan mengikat sembarang antibodi pendeteksi, ditambahkan dalam lubang. Antibodi sekunder ini akan berkonjugasi menjadi enzim dengan substrat spesifik. Tahap ini bisa dilewati jika antibodi pendeteksi berkonjugasi dengan enzim.
6)      Plate dicuci untuk membuang kelebihan konjugat enzim-antibodi yang tidak terikat.
7)      Dimasukkan substrat yang akan diubah oleh enzim untuk mendapatkan sinyal kromogenik/ fluorogenik/ elektrokimia.
8)      Hasil dikuantifikasi dengan spektrofotometer, spektrofluorometer atau alat optik/ elektrokimia lainnya.
Enzim bertindak sebagai amplifier, bahkan jika hanya sedikit antibodi terikat enzim yang tetap terikat, molekul enzim akan memproduksi berbagai molekul sinyal. Kerugian utama dari metode indirect ELISA adalah metode imobilisasi antigennya non-spesifik, sehingga setiap protein pada sampel akan menempel pada lubang plate mikrotiter, sehingga konsentrasi analit yang kecil dalam sampel harus berkompetisi dengan protein serum lain saat pengikatan pada permukaan lubang.
2. Sandwich ELISA
Tahapan dalam Sandwich ELISA adalah sebagai berikut:
  1. Disiapkan permukaan untuk mengikatkan antibodi ‘penangkap’
  2. Semua non spesifik binding sites pada permukaan diblokir
  3. Sampel berisi antigen dimasukkan dalam plate
  4. Plate dicuci untuk membuang kelebihan antigen yang tidak terikat
  5. Antibodi primer ditambahkan, supaya berikatan secara spesifik dengan  antigen
  6. Antibodi sekunder yang berikatan dengan enzim dimasukkan, yang akan berikatan dengan antibodi primer
  7. Plate dicuci, sehingga konjugat antibodi-enzim yang tidak terikat dapat dibuang
  8. Ditambahkan reagen yang dapat diubah oleh enzim menjadi sinyal berwarna/ berfluoresensi/ elektrokimia
  9. Diukur absorbansinya  untuk menetukan kehadiran dan kuantitas dari antigen
Keuntungan utama dari metode sandwich ELISA adalah kemampuannya menguji sampel yang tidak murni, dan mampu mengikat secara selektif antigen yang dikehendaki. Tanpa lapisan pertama antibodi penangkap, semua jenis protein pada sampel (termasuk protein serum) dapat diserap secara kompetitif oleh permukaan lempeng, menurunkan kuantitas antigen yang terimobilisasi.

3. ELISA kompetitif
Tahapan pengerjaan ELISA kompetitif berbeda dari dua metode yang telah dibahas sebelumnya, yaitu:
  1. Antibodi yang tidak berlabel diinkubasi dengan kehadiran antigennya
  2. Komplek antigen-antibodi ini selanjutnya ditambahkan pada lubang yang telah dilapisi antigen
  3. Plate dicuci, sehingga kelebihan antibodi tercuci (semakin banyak antigen dalam sampel, semakin sedikit antibodi yang dapat terikat pada antigen yang menempel pada permukaan lubang, karena inilah disebut kompetisi
  4. Ditambahkan antibodi sekunder yang spesifik utnuk antibodi primer. Antibodi sekunder ini berpasangan dengan enzim
  5. Substrat ditambahkan, enzim akan mengubah substrat menjadi sinyal kromogenik/ fluoresensi.

Selasa, 04 Desember 2012

Diposting oleh AzizaH_smak di 01.56 0 komentar


Kelompok 1B.2
Rachmawati Atika Yuza (A.102.08.049)
Rakhel Yeska K (A.102.08.050)
Rizka Restya Sari (A.102.08.055)
Sakinah Nur Azizah (A.102.08.056)
Autoanalyzer


Dalam pemeriksaan laboratorium klinik pratama dan Rumah sakit sekalipun umumnya untuk pemeriksaan Hematologi Rutin saat ini sudah menggunakan alat otomatis. Beberapa merk dagang seperti Sysmex, ABX micros 60, Mindray, Cell dyn dan lain sebagainya merupakan alat - alat yang dapat memeriksa Hematologi secara keseluruhan. 

Pemeriksaan dengan mesin penghitung otomatis dapat memberikan hasil yang cepat. Namun, alat ini memiliki keterbatasan ketika terdapat sel yang abnormal, misalnya banyak dijumpainya sel-sel yang belum matang pada leukemia, infeksi bakterial, sepsis, dsb. Atau, ketika jumlah sel sangat tinggi sehingga alat otomatis tidak mampu menghitungnya.


Kelebihan Hematologi Autoanalyzer

Dalam pemeriksaan Hematologi yang dilakukan secara otomatis ini memiliki beberapa kelebihan seperti :

a. Efisiensi Waktu
          Pemeriksaan dengan menggunakan alat hematologi autoanalyzer dapat dilakukan dengan cepat. Pemeriksaan hematologi rutin seperti meliputi pemeriksaan Hemoglobin, hitung sel leukosit, Hematokrit, dan hitung jumlah sel Trombosit jika dilakukan secara manual bisa memakan waktu 20 menit, bandingkan dengan alat hematologi otomatis ini hanya memerlukan waktu sekitar 3 - 5 menit. Efektifitas dan efisiensi waktu dalam mengerjakan sampel inilah yang diperlukan oleh tempat - tempat pelayanan kesehatan dalam hal tanggap melayani pasien.

b. Sampel
    Pemeriksaan hematologi rutin secara manual misalnya, sampel yang dibutuhkan lebih banyak membutuhkan sampel darah (Whoole Blood). Manual prosedur yang dilakukan dalam pemeriksaan Lekosit membutuhkan sampel darah 10 mikron, juga belum pemeriksaan lainnya. Namun, pemeriksaan hematologi otomaitis ini hanya menggunakan sampel sedikit saja.

Dalam beberapa kasus pengambilan darah terhadap pasien kadang sulit mendapatkan darah yang dibutuhkan, namun dengan penggunaan alat hematologi otomatis ini sampel darah yang digunakan bisa menggunakan darah perifer dengan jumlah darah yang lebih sedikit.
Namun, tekhnik pengambilan darah perifer akan saya tulis dilain waktu. :)

c. Ketepatan Hasil
    Hasil yang dikeluarkan oleh alat hematologi analyzer ini biasanya sudah melalui quality control yang dilakukan oleh intern laboratorium tersebut, baik di institusi Rumah Sakit ataupun Laboratorium Klinik Pratama.



Kekurangan Hematologi Autoanalyzer

Dibalik  kelebihan - kelebihannya ternyata hematologi autoanalyzer juga memiliki beberapa kekurangan, seperti :

a. Tidak dapat menghitung sel abnormal
    Pemeriksaan oleh hematologi autoanaluzer ini tidak selamanya mulus, namun pada kenyataannya alat ini juga memiliki beberapa kekurangan seperti dalam hal menghitung sel - sel abnormal. Seperti dalam pemeriksaan hitung jumlah sel, bisa saja nilai dari hasil hitng leukosit atau trombosit bisa saja rendah karena ada beberapa sel yang tidak terhitung dikarenakan sel tersebut memiliki bentuk yang abnormal.

b. Perawatan
    Inilah hal yang perlu diperhatikan oleh konsumen karena ada beberapa alat - alat yang bisa dikatakan "bandel". Namun sebandel - bandelnya alat tersebut, tetap saja harus mendapatkan perhatian khusus seperti ;
- Suhu ruangan
- Lakukan control secara berkala
- Selalu cek reagen ; Diliuent, Rinse, Minidil, Minilyse, dlsb

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menggunakan alat ini, seperti :
- Sampel jangan sampai aglutinasi, gunakan sampel darah yang sudah ditambahkan antikoagulan. Pastikan tidak ada darah yang menggumpal karena akan merusak hasil jika terhisap.

Density - Densitometer & Status Pengukuran


Dalam Fisika Optik, Density dari sebuah materi optik adalah nilai pembanding dalam rumusan logaritma (berbasis 10), nilai density ini tidak mempunyai satuan ukuran. Pembanding yang dimaksud adalah pembanding nilai antara besaran kuat cahaya yang dipantulkan / diteruskan dengan besaran kuat cahaya yang masuk pada panjang gelombang cahaya tertentu.







O
= nilai kepekatan (opacity)
T
= nilai transmittance
I0
= nilai kuat cahaya yang masuk
I
= nilai kuat cahaya yang diteruskan / dipantulkan



Absorbance
     Transmittance (I / I0)

0
1

0.1
0.79

0.25
0.56

0.5
0.32

0.75
0.18

0.9
0.13

1
0.1

2
0.01

3
0.001



Densitometer adalah alat yang dipakai untuk mengukur Density suatu benda yang memantulkan cahaya (reflection densitometer) atau yang meneruskan cahaya (transmission densitometer); di dalam industri grafika densitometer digunakan antara lain:


  • Mengukur kepekatan film separasi (standard density: >= D3.7)

  • Mengukur kepekatan tinta cetakan, nilai density ini memiliki korelasi dengan ketebalan tinta tetapi tidak sepenuhnya porposional (Status T, nilai-nilai dibawah ini merupakan contoh anjuran salah satu pabrik tinta):


Bahan Cetakan / Methode Cetak
Cyan
Magenta
Yellow
Black
Kertas Coated /

Offset Lithography Lembaran
1,40
1,50
1,10
1,70
Kertas Coated /

Offset Lithography Gulungan (heatset)
1,30
1,40
1,00
1,55
Kertas Koran /

Offset Lithography Gulungan (non-heatset)
0,90
0,90
0,85
1,05


Densitometer tidak dapat dipakai untuk mengukur warna, karena nilai yang dipresentasikan berdasarkan panjang gelombang cahaya tertentu (lihat fungsi diagram kepekatan); Sekarang ini pengukuran kepekatan warna (density) digunakan alat pengukur warna seperti Spectrophotometer yang mengukur data spektral warna, nilai density merupakan hasil perhitungan dari data spektral tersebut.

Status T atau Status E
Dalam praktek sehari-hari status pengukuran di percetakan dikenal 2 macam status pengukuran yaitu Status T dan Status E. Status T banyak dipergunakan di Amerika sedangkan Status E dipergunakan di sebagian besar negara di Eropa.




Perbedaan kedua status pengukuran hanya pada filter biru yang dipergunakan untuk pengukuran density Yellow; pada status puncak T pemindaian warna Yellow (filter biru) ada di panjang gelombang 460 nm dan berakhir pada panjang gelombang 560 nm sedangkan pada status puncak E pemindaian tersebut berada di panjang gelombang 440 nm dan berakhir pada 540 nm.
Oleh karena itu apabila kita mengukur density dengan status T atau status E, perbedaan yang signifikan hanya pada warna Yellow saja. Sedangkan baik filter hijau yang mengukur density Magenta maupun filter merah yang mengukur density Cyan sama atau sangat mirip.

 
Catatan (tambahan): daftar nilai density warna tersebut diatas merupakan anjuran yang biasanya diberikan oleh pabrik tinta; dalam melakukan konsultasi di pressroom, ATGMI menyarankan untuk membuat daftar hubungan antara nilai density dan warna CIEL*a*b* pada kertas standar. Karena mengacu pada ISO 12647-2, maka ditentukan density mana yang paling mendekati nilai CIEL*a*b* sesuai dalam ISO 12647-2 tersebut, ini yang disebut Density Optimal




ANALISA GAS DARAH ARTERI (Artery Blood Gases Analysis : ABGs)
Analisa gas darah arteri berguna untuk mengkaji status oksigenasi klien (tekanan oksigen arterial [PaO2]), ventilasi alveolar (tekanan karbondioksida arterial [PaCO2]), dan juga untuk menilai keseimbangan asam basa. Hasil dari pemeriksaan gas darah sangat berarti bagi monitoring hasil tindakan penatalaksanaan oksigenasi klien, therapy oksigen, dan untuk mengevaluasi respon tubuh klien terhadap tindakan dan therapy misalnya pada saat klien menjalani weaning dari penggunaan ventilator. Sampel darah yang diambil digunakan untuk mengukur komponen gas didalam darah arteri dan pH darah. Nilai yang diperoleh mereflekasikan kualitas ventilasi dan perfusi jaringan.


ALAT YANG DIPERLUKAN :
► Spuit 2 cc + 0,1 cc heparin
► Kapas alcohol dan kassa steril
► Tutup jarum dari karet
► Kain pengalas
► Tempat berisi es batu
► Formulir permintaan
PELAKSANAAN
A Tentukan tempat yang akan dilakukan penusukan.
A Siapkan spuit yang telah diisi heparin 0,1 cc heparin (pengisian dilakukan dengan menghisap 2 cc heparin, kemudian keluarkan kembali dan sisakan sebanyak 0,1 cc dalam spuit).
A Lakukan desinfeksi pada area yang akan ditusuk dengan menggunakan kapas alkohol.
A Tusukkan jarum (450 untuk arteri radialis, 900 untuk arteri femoralis), ketika jarum mengenai arteri, tidak diperlukan aspirasi karena darah akan keluar dengan sendirinya.
A Setelah sampel darah cukup, cabut jarum dan lakukan penekanan pada tempat penusukan. Penekanan dilakukan selama 5 menit untuk arteri radialis dan 10 menit untuk arteri femoralis.
A Segera setelah dicabut, cek kemungkinan adanya udara yang terperangkap dalam spuit, bila ada cepat keluarkan. Putar-putar spuit diantara kedua telapak tangan agar tercampur merata dengan heparin.
A Segera jarum ditutup dengan menggunakan tutup yang terbuat dari karet, simpan sampel darah pada tempat yang diisi es batu dan segera kirimkan ke laboratorium.
A Formulir pengiriman harus lengkap, jangan lupa mencantumkan suhu tubuh klien saat pengambilan sampel darah.

PEMERIKSAAN
§ pH darah arteri 7,35 – 7,45
§ PaO2 80 – 100 mmHg
§ PaCO2 35 – 45 mmHg
§ HCO3- 22 – 26 mEq/l
§ Base Excess (B.E) -2,5 – (+2,5) mEq/l
§ O2 Saturasi 90 – 100 %
INTERPRETASI
  1. Hipoksia
· Ringan PaO2 50 – 80 mmHg
· Sedang PaO2 30 – 50 mmHg
· Berat PaO2 20 – 30 mmHg
  1. Hiperkapnia
· Ringan PaCO2 45 – 60 mmHg
· Sedang PaCO2 60 – 70 mmHg
· Berat PaCO2 70 – 80 mmHg


Rabu, 12 Desember 2012

Kelompok 1B.2
Rachmawati Atika Yuza (A.102.08.049)
Rakhel Yeska K (A.102.08.050)
Rizka Restya Sari (A.102.08.055)
Sakinah Nur Azizah (A.102.08.056)
 
ELISA




ELISA (singkatan bahasa inggris: Enzyme-linked immunosorbent assay) atau 'penetapan kadar imunosorben taut-enzim' merupakan uji serologis  yang umum digunakan di berbagai laboratorium imunologi. Uji ini memiliki beberapa keunggulan seperti teknik pengerjaan yang relatif sederhana, ekonomis, dan memiliki sensitivitas yang cukup tinggi. ELISA diperkenalkan pada tahun 1971 oleh Peter Perlmann dan Eva Engvall untuk menganalisis adanya interaksi antigen dengan antibodi di dalam suatu sampel dengan menggunakan enzim sebagai pelapor (reporter label).
Umumnya ELISA dibedakan menjadi dua jenis, yaitu competitive assay yang menggunakan konjugat antigen–enzim atau konjugat antobodi–enzim, dan non-competitive assay yang menggunakan dua antibodi. Pada ELISA non-competitive assay, antibodi kedua akan dikonjugasikan dengan enzim sebagai indikator. Teknik kedua ini seringkali disebut sebagai "Sandwich" ELISA.
Uji ini dilakukan pada plate 96-well berbahan polistirena. Untuk melakukan teknik "Sandwich" ELISA ini, diperlukan beberapa tahap yang meliputi:
  1. Well dilapisi atau ditempeli antigen.
  2. Sampel (antibodi) yang ingin diuji ditambahkan.
  3. Ditambahkan antibodi kedua yang dikonjugasikan dengan enzim tertentu seperti peroksidase alkali. Antibodi kedua ini akan menempel pada antibodi sampel sebelumnya.
  4. Dimasukkan substrat enzim yang dapat menimbulkan warna tertentu saat bereaksi.
  5. Intensitas warna campuran diukur dengan spektrofotometer yang disebut ELISA reader hingga mendapatkan hasil berupa densitas optis (OD). Dengan menghitung rata-rata kontrol negatif yang digunakan, didapatkan nilai cut-off untuk menentukan hasil positif-negatif suatu sampel. Hasil OD yang berada di bawah nilai cut-off merupakan hasil negatif, dan demikian juga sebaliknya.
Uji ini memiliki beberapa kerugian, salah satu di antaranya adalah kemungkinan yang besar terjadinya hasil false positive karena adanya reaksi silang antara antigen yang satu dengan antigen lain.hasil berupa false negative dapat terjadi apabila uji ini dilakukan pada window period, yaitu waktu pembentukan antibodi terhadap suatu virus baru dimulai sehingga jumlah antibodi tersebut masih sedikit dan kemungkinan tidak dapat terdeteksi.
B. JENIS TES ELISA
           
1.      Indirect ELISA
Tahap umum yang digunakan dalam indirect ELISA untuk mendeterminasi konsentrasi antibodi dalam serum adalah:
1)      Suatu antigen yang sudah dikenal dan diketahui konsentrasinya ditempelkan pada permukaan lubang plate mikrotiter. Antigen tersebut akan menempel pada permukaan plastik dengan cara adsorpsi. Sampel dari konsentrasi antigen yang diketahui ini akan menetapkan kurva standar  yang digunakan untuk mengkalkulasi konsentrasi antigen dari suatu sampel yang akan diuji.
2)      Suatu larutan pekat dari protein non-interacting, seperti bovine serum albumin (BSA) atau kasein, ditambahkan dalam semua lubang plate mikrotiter.  Tahap ini dikenal sebagai blocking, karena protein serum memblok adsorpsi non-spesifik dari protein lain ke plate.
3)      Lubang plate mikrotiter atau permukaan lain kemudian dilapisi dengan sampel serum dari antigen yang tidak diketahui, dilarutkan dalam buffer yang sama dengan yang digunakan untuk antigen standar. Karena imobilisasi antigen dalam tahap ini terjadi karena adsorpsi non-spesifik, maka konsentrasi protein total harus sama dengan antigen standar.
4)      Plate dicuci, dan antibodi pendeteksi yang spesifik untuk antigen yang diuji dimasukkan dalam lubang. Antibodi ini hanya akan mengikat antigen terimobilisasi pada permukaan lubang, bukan pada protein serum yang lain atau protein yang terbloking.
5)      Antibodi sekunder, yang akan mengikat sembarang antibodi pendeteksi, ditambahkan dalam lubang. Antibodi sekunder ini akan berkonjugasi menjadi enzim dengan substrat spesifik. Tahap ini bisa dilewati jika antibodi pendeteksi berkonjugasi dengan enzim.
6)      Plate dicuci untuk membuang kelebihan konjugat enzim-antibodi yang tidak terikat.
7)      Dimasukkan substrat yang akan diubah oleh enzim untuk mendapatkan sinyal kromogenik/ fluorogenik/ elektrokimia.
8)      Hasil dikuantifikasi dengan spektrofotometer, spektrofluorometer atau alat optik/ elektrokimia lainnya.
Enzim bertindak sebagai amplifier, bahkan jika hanya sedikit antibodi terikat enzim yang tetap terikat, molekul enzim akan memproduksi berbagai molekul sinyal. Kerugian utama dari metode indirect ELISA adalah metode imobilisasi antigennya non-spesifik, sehingga setiap protein pada sampel akan menempel pada lubang plate mikrotiter, sehingga konsentrasi analit yang kecil dalam sampel harus berkompetisi dengan protein serum lain saat pengikatan pada permukaan lubang.
2. Sandwich ELISA
Tahapan dalam Sandwich ELISA adalah sebagai berikut:
  1. Disiapkan permukaan untuk mengikatkan antibodi ‘penangkap’
  2. Semua non spesifik binding sites pada permukaan diblokir
  3. Sampel berisi antigen dimasukkan dalam plate
  4. Plate dicuci untuk membuang kelebihan antigen yang tidak terikat
  5. Antibodi primer ditambahkan, supaya berikatan secara spesifik dengan  antigen
  6. Antibodi sekunder yang berikatan dengan enzim dimasukkan, yang akan berikatan dengan antibodi primer
  7. Plate dicuci, sehingga konjugat antibodi-enzim yang tidak terikat dapat dibuang
  8. Ditambahkan reagen yang dapat diubah oleh enzim menjadi sinyal berwarna/ berfluoresensi/ elektrokimia
  9. Diukur absorbansinya  untuk menetukan kehadiran dan kuantitas dari antigen
Keuntungan utama dari metode sandwich ELISA adalah kemampuannya menguji sampel yang tidak murni, dan mampu mengikat secara selektif antigen yang dikehendaki. Tanpa lapisan pertama antibodi penangkap, semua jenis protein pada sampel (termasuk protein serum) dapat diserap secara kompetitif oleh permukaan lempeng, menurunkan kuantitas antigen yang terimobilisasi.

3. ELISA kompetitif
Tahapan pengerjaan ELISA kompetitif berbeda dari dua metode yang telah dibahas sebelumnya, yaitu:
  1. Antibodi yang tidak berlabel diinkubasi dengan kehadiran antigennya
  2. Komplek antigen-antibodi ini selanjutnya ditambahkan pada lubang yang telah dilapisi antigen
  3. Plate dicuci, sehingga kelebihan antibodi tercuci (semakin banyak antigen dalam sampel, semakin sedikit antibodi yang dapat terikat pada antigen yang menempel pada permukaan lubang, karena inilah disebut kompetisi
  4. Ditambahkan antibodi sekunder yang spesifik utnuk antibodi primer. Antibodi sekunder ini berpasangan dengan enzim
  5. Substrat ditambahkan, enzim akan mengubah substrat menjadi sinyal kromogenik/ fluoresensi.

Selasa, 04 Desember 2012



Kelompok 1B.2
Rachmawati Atika Yuza (A.102.08.049)
Rakhel Yeska K (A.102.08.050)
Rizka Restya Sari (A.102.08.055)
Sakinah Nur Azizah (A.102.08.056)
Autoanalyzer


Dalam pemeriksaan laboratorium klinik pratama dan Rumah sakit sekalipun umumnya untuk pemeriksaan Hematologi Rutin saat ini sudah menggunakan alat otomatis. Beberapa merk dagang seperti Sysmex, ABX micros 60, Mindray, Cell dyn dan lain sebagainya merupakan alat - alat yang dapat memeriksa Hematologi secara keseluruhan. 

Pemeriksaan dengan mesin penghitung otomatis dapat memberikan hasil yang cepat. Namun, alat ini memiliki keterbatasan ketika terdapat sel yang abnormal, misalnya banyak dijumpainya sel-sel yang belum matang pada leukemia, infeksi bakterial, sepsis, dsb. Atau, ketika jumlah sel sangat tinggi sehingga alat otomatis tidak mampu menghitungnya.


Kelebihan Hematologi Autoanalyzer

Dalam pemeriksaan Hematologi yang dilakukan secara otomatis ini memiliki beberapa kelebihan seperti :

a. Efisiensi Waktu
          Pemeriksaan dengan menggunakan alat hematologi autoanalyzer dapat dilakukan dengan cepat. Pemeriksaan hematologi rutin seperti meliputi pemeriksaan Hemoglobin, hitung sel leukosit, Hematokrit, dan hitung jumlah sel Trombosit jika dilakukan secara manual bisa memakan waktu 20 menit, bandingkan dengan alat hematologi otomatis ini hanya memerlukan waktu sekitar 3 - 5 menit. Efektifitas dan efisiensi waktu dalam mengerjakan sampel inilah yang diperlukan oleh tempat - tempat pelayanan kesehatan dalam hal tanggap melayani pasien.

b. Sampel
    Pemeriksaan hematologi rutin secara manual misalnya, sampel yang dibutuhkan lebih banyak membutuhkan sampel darah (Whoole Blood). Manual prosedur yang dilakukan dalam pemeriksaan Lekosit membutuhkan sampel darah 10 mikron, juga belum pemeriksaan lainnya. Namun, pemeriksaan hematologi otomaitis ini hanya menggunakan sampel sedikit saja.

Dalam beberapa kasus pengambilan darah terhadap pasien kadang sulit mendapatkan darah yang dibutuhkan, namun dengan penggunaan alat hematologi otomatis ini sampel darah yang digunakan bisa menggunakan darah perifer dengan jumlah darah yang lebih sedikit.
Namun, tekhnik pengambilan darah perifer akan saya tulis dilain waktu. :)

c. Ketepatan Hasil
    Hasil yang dikeluarkan oleh alat hematologi analyzer ini biasanya sudah melalui quality control yang dilakukan oleh intern laboratorium tersebut, baik di institusi Rumah Sakit ataupun Laboratorium Klinik Pratama.



Kekurangan Hematologi Autoanalyzer

Dibalik  kelebihan - kelebihannya ternyata hematologi autoanalyzer juga memiliki beberapa kekurangan, seperti :

a. Tidak dapat menghitung sel abnormal
    Pemeriksaan oleh hematologi autoanaluzer ini tidak selamanya mulus, namun pada kenyataannya alat ini juga memiliki beberapa kekurangan seperti dalam hal menghitung sel - sel abnormal. Seperti dalam pemeriksaan hitung jumlah sel, bisa saja nilai dari hasil hitng leukosit atau trombosit bisa saja rendah karena ada beberapa sel yang tidak terhitung dikarenakan sel tersebut memiliki bentuk yang abnormal.

b. Perawatan
    Inilah hal yang perlu diperhatikan oleh konsumen karena ada beberapa alat - alat yang bisa dikatakan "bandel". Namun sebandel - bandelnya alat tersebut, tetap saja harus mendapatkan perhatian khusus seperti ;
- Suhu ruangan
- Lakukan control secara berkala
- Selalu cek reagen ; Diliuent, Rinse, Minidil, Minilyse, dlsb

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menggunakan alat ini, seperti :
- Sampel jangan sampai aglutinasi, gunakan sampel darah yang sudah ditambahkan antikoagulan. Pastikan tidak ada darah yang menggumpal karena akan merusak hasil jika terhisap.

Density - Densitometer & Status Pengukuran


Dalam Fisika Optik, Density dari sebuah materi optik adalah nilai pembanding dalam rumusan logaritma (berbasis 10), nilai density ini tidak mempunyai satuan ukuran. Pembanding yang dimaksud adalah pembanding nilai antara besaran kuat cahaya yang dipantulkan / diteruskan dengan besaran kuat cahaya yang masuk pada panjang gelombang cahaya tertentu.







O
= nilai kepekatan (opacity)
T
= nilai transmittance
I0
= nilai kuat cahaya yang masuk
I
= nilai kuat cahaya yang diteruskan / dipantulkan



Absorbance
     Transmittance (I / I0)

0
1

0.1
0.79

0.25
0.56

0.5
0.32

0.75
0.18

0.9
0.13

1
0.1

2
0.01

3
0.001



Densitometer adalah alat yang dipakai untuk mengukur Density suatu benda yang memantulkan cahaya (reflection densitometer) atau yang meneruskan cahaya (transmission densitometer); di dalam industri grafika densitometer digunakan antara lain:


  • Mengukur kepekatan film separasi (standard density: >= D3.7)

  • Mengukur kepekatan tinta cetakan, nilai density ini memiliki korelasi dengan ketebalan tinta tetapi tidak sepenuhnya porposional (Status T, nilai-nilai dibawah ini merupakan contoh anjuran salah satu pabrik tinta):


Bahan Cetakan / Methode Cetak
Cyan
Magenta
Yellow
Black
Kertas Coated /

Offset Lithography Lembaran
1,40
1,50
1,10
1,70
Kertas Coated /

Offset Lithography Gulungan (heatset)
1,30
1,40
1,00
1,55
Kertas Koran /

Offset Lithography Gulungan (non-heatset)
0,90
0,90
0,85
1,05


Densitometer tidak dapat dipakai untuk mengukur warna, karena nilai yang dipresentasikan berdasarkan panjang gelombang cahaya tertentu (lihat fungsi diagram kepekatan); Sekarang ini pengukuran kepekatan warna (density) digunakan alat pengukur warna seperti Spectrophotometer yang mengukur data spektral warna, nilai density merupakan hasil perhitungan dari data spektral tersebut.

Status T atau Status E
Dalam praktek sehari-hari status pengukuran di percetakan dikenal 2 macam status pengukuran yaitu Status T dan Status E. Status T banyak dipergunakan di Amerika sedangkan Status E dipergunakan di sebagian besar negara di Eropa.




Perbedaan kedua status pengukuran hanya pada filter biru yang dipergunakan untuk pengukuran density Yellow; pada status puncak T pemindaian warna Yellow (filter biru) ada di panjang gelombang 460 nm dan berakhir pada panjang gelombang 560 nm sedangkan pada status puncak E pemindaian tersebut berada di panjang gelombang 440 nm dan berakhir pada 540 nm.
Oleh karena itu apabila kita mengukur density dengan status T atau status E, perbedaan yang signifikan hanya pada warna Yellow saja. Sedangkan baik filter hijau yang mengukur density Magenta maupun filter merah yang mengukur density Cyan sama atau sangat mirip.

 
Catatan (tambahan): daftar nilai density warna tersebut diatas merupakan anjuran yang biasanya diberikan oleh pabrik tinta; dalam melakukan konsultasi di pressroom, ATGMI menyarankan untuk membuat daftar hubungan antara nilai density dan warna CIEL*a*b* pada kertas standar. Karena mengacu pada ISO 12647-2, maka ditentukan density mana yang paling mendekati nilai CIEL*a*b* sesuai dalam ISO 12647-2 tersebut, ini yang disebut Density Optimal




ANALISA GAS DARAH ARTERI (Artery Blood Gases Analysis : ABGs)
Analisa gas darah arteri berguna untuk mengkaji status oksigenasi klien (tekanan oksigen arterial [PaO2]), ventilasi alveolar (tekanan karbondioksida arterial [PaCO2]), dan juga untuk menilai keseimbangan asam basa. Hasil dari pemeriksaan gas darah sangat berarti bagi monitoring hasil tindakan penatalaksanaan oksigenasi klien, therapy oksigen, dan untuk mengevaluasi respon tubuh klien terhadap tindakan dan therapy misalnya pada saat klien menjalani weaning dari penggunaan ventilator. Sampel darah yang diambil digunakan untuk mengukur komponen gas didalam darah arteri dan pH darah. Nilai yang diperoleh mereflekasikan kualitas ventilasi dan perfusi jaringan.


ALAT YANG DIPERLUKAN :
► Spuit 2 cc + 0,1 cc heparin
► Kapas alcohol dan kassa steril
► Tutup jarum dari karet
► Kain pengalas
► Tempat berisi es batu
► Formulir permintaan
PELAKSANAAN
A Tentukan tempat yang akan dilakukan penusukan.
A Siapkan spuit yang telah diisi heparin 0,1 cc heparin (pengisian dilakukan dengan menghisap 2 cc heparin, kemudian keluarkan kembali dan sisakan sebanyak 0,1 cc dalam spuit).
A Lakukan desinfeksi pada area yang akan ditusuk dengan menggunakan kapas alkohol.
A Tusukkan jarum (450 untuk arteri radialis, 900 untuk arteri femoralis), ketika jarum mengenai arteri, tidak diperlukan aspirasi karena darah akan keluar dengan sendirinya.
A Setelah sampel darah cukup, cabut jarum dan lakukan penekanan pada tempat penusukan. Penekanan dilakukan selama 5 menit untuk arteri radialis dan 10 menit untuk arteri femoralis.
A Segera setelah dicabut, cek kemungkinan adanya udara yang terperangkap dalam spuit, bila ada cepat keluarkan. Putar-putar spuit diantara kedua telapak tangan agar tercampur merata dengan heparin.
A Segera jarum ditutup dengan menggunakan tutup yang terbuat dari karet, simpan sampel darah pada tempat yang diisi es batu dan segera kirimkan ke laboratorium.
A Formulir pengiriman harus lengkap, jangan lupa mencantumkan suhu tubuh klien saat pengambilan sampel darah.

PEMERIKSAAN
§ pH darah arteri 7,35 – 7,45
§ PaO2 80 – 100 mmHg
§ PaCO2 35 – 45 mmHg
§ HCO3- 22 – 26 mEq/l
§ Base Excess (B.E) -2,5 – (+2,5) mEq/l
§ O2 Saturasi 90 – 100 %
INTERPRETASI
  1. Hipoksia
· Ringan PaO2 50 – 80 mmHg
· Sedang PaO2 30 – 50 mmHg
· Berat PaO2 20 – 30 mmHg
  1. Hiperkapnia
· Ringan PaCO2 45 – 60 mmHg
· Sedang PaCO2 60 – 70 mmHg
· Berat PaCO2 70 – 80 mmHg


 

AzizaH miracle Copyright © 2009 Paper Girl is Designed by Ways To Make Money Online | Surviving Infidelity by Blogger Templates